Pengaturan Pemerintahan Daerah Dalam
Peraturan Perundang - undangan
Di Indonesia
A.1 Landasan Kontitusional Desentralisasi
Pasal 18 Ayat (5)
UUD 1945
Pemerintahan daerah menjalankan otonomi
yang seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat
Otonomi Luas
Penjelasan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 mendefenisikan kewenangan otonomi luas adalah
keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan
semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan bidang politik luar negeri,
pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, agama, serta kewenangan lain
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Disamping itu keleluasaan otonomi
mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraanya mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.
Lanjutan,
1. Otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan dan peran serta masyarakat.
2. Melalui otonomi luas daerah diharapkan mampu
meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan
keadilan,keistimewaan dan kekhususan serta potensi keragaman daerah dalam
sistem NKRI.
Tujuan Otonomi Daerah
Untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan
peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Urusan yang diselenggarakan pemerintahan daerah
• 1. Urusan wajib, artinya urusan
yang harus diselenggarakan oleh setiap daerah otonom (Provinsi dan
Kabupaten/Kota). Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan
yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan,
pemenuhan kebutuhan hidup minimal, dan prasarana lingkungan dasar.
• 2. Urusan pilihan, terkait erat
dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah
A.2 Pengaturan Pemerintahan Daerah
• UU No. 1 Tahun 1945 Tentang
Peraturan
Mengenai Kedudukan
Komite
Nasional Indonesia Daerah
• UU No. 22 Tahun 1948
Tentang
Pemerintahan Daerah
• UU No. 1 Tahun 1957 Tentang
Pokok-Pokok
Pemerintahan Daerah
• UU No. 18 Tahun 1965 Tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
Lanjutan,
- UU No. 5 Tahun
1974 Tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan Di Daerah.
- UU No. 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintahan Daerah
- UU No.32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah,sebagaimana telah
diubah
oleh UU No. 12 Tahun 2008.
Pada masa reformasi ini, terjadi perubahan yang
mendasar dari pemerintahan yang sentralistik ke
pemerintahan yang desentralistik.
Inilah yang biasa disebut era otonomi daerah.
Desentralisasi
Secara etimologis,
istilah desentralisasi berasal dari bahasa latin yaitu “de” = lepas dan “centerum”
= pusat. Jadi berdasarkan peristilahannya, desentralisasi adalah melepaskan
dari pusat. Istilah “autonomie” berasal dari bahasa Yunani (autos
= sendiri; nomos = undang-undang) dan berarti perundang-undangan sendiri
(zelfwetgeving) atau dapat membuat perundang-undangan sendiri, dapat
mengatur kepentingannya sendiri.
Lanjutan,
Secara normatif,
penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pihak lain ( pemerintah daerah )
untuk dilaksanakan disebut dengan desentralisasi. Desentralisasi sebagai suatu
sistem yang dipakai dalam sistem pemerintahan merupakan kebalikan dari
sentralisasi. Dalam sistem sentralisasi, kewenangan pemerintah baik di pusat
maupun di daerah, dipusatkan dalam tangan pemerintah pusat. Dalam sistem desentralisasi,
sebagian kewenangan pemerintah pusat diserahkan kepada pihak lain untuk
dilaksanakan, yang secara khusus, persoalan daerah diserahkan kepada
pemerintahan di daerah.
Alasan dianutnya
desentralisasi
1. Dilihat dari sudut politik sebagai permainan
kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan
pada satu pihak saja yang akhirnya dapat mengakibatkan tirani.
2. Dalam bidang politik penyelenggaraan
desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, untuk menarik
rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan
hak-hak demokrasi.
3. Dari
sudut teknis organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan
pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai suatu
pemerintahan yang efesien. Apa yang dianggap lebih utama untuk diurus oleh
pemerintah setempat pengurusannya diserahkan kepada daerah. Hal-hal yang lebih
tepat di tangan pusat tetap diurus oleh pemerintah pusat.
4. Dari sudut kultural, desentralisasi perlu diadakan
supaya perhatian dapat sepenuhnya ditumpahkan pada kekhususan suatu daerah,
seperti geografis, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, kebudayaan, atau latar
belakang sejarahnya.
5. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi,
desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih berkonsentrasi
dan secara langsung membantu pembangunan tersebut
B. Implementasi Hak Asasi Manusia Dalam
Peraturan Perundang-undangan Tentang Pemerintahan Daerah
B.1 Landasan
Konstitusional HAM
• Pasal 28A s.d. 28J UUD 1945
• Pada dasarnya mengatur HAM sipil
dan politik, HAM sosial, ekonomi, dan budaya, serta HAM
atas pembangunan (HAM generasi
ketiga).Pada hakikatnya
ketentuan tentang HAM ini dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan perundang
undangan lainnya,khususnya Daerah.
Adapun pengaturan HAM di dalam UU, sudah terdapat beberapa UU, antara lain
UU No. 39 Tahun 1999. Tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000. Tentang Pengadilan HAM
B.2 Pengaturan
HAM Dalam Perundang -undangan Daerah
UU No. 1 Tahun
1945 karena hanya mengatur tentang
Kedudukan Komite Nasional Indonesia Daerah(KNID), belum terdapat pasal yang
mengatur tentang kewenangan daerah, jadi tentang HAM juga belum ada
pengaturannya
UU No. 22 Tahun
1948, juga belum ada
pasal-pasal yang mengatur secara tegas tentang hal-hal apa saja yang menjadi
kewenangan/urusan daerah, tetapi dalam Penjelasan UU tersebut disebutkan urusan
/kewenangan daerah akan dicantumkan dalam UU tentang Pembentukan Daerah,
seperti Provinsi Jawa Barat dibentuk melalui UU No. 11 Tahun 1950
UU No.1 Tahun 1957
- Tidak mengatur secara tegas tentang urusan rumah
tangga
daerah
- Menganut sistem otonomi riil
- Pasal 31 ayat (2) dapat diartikan
bahwa urusan-urusan Daerah ditentukan di dalam peraturan
pembentukan Daerah. Jadi, berdasarkan
Pasal Pasal 31 ayat (2) UU No.1 Tahun 1957 tersebut, urusan rumah tangga daerah
terdapat di dalam peraturan atau undang-undang pembentukan Daerah. Beberapa
dari urusan rumah tangga Daerah itu menyangkut masalah HAM atau merupakan
implementasi HAM, yang misalnya di dalam UU tentang pembentukan Jawa Barat ( UU
No.11 Tahun 1950) meliputi antara lain urusan perburuhan, sosial, pendidikan,
pengadjaran dan kebudayan, dan urusan kesehatan (lihat Paal 4 UU No.11 Tahun 1950).
UU No. 18 Tahun 1965
Pasal 39 ayat (2)
menyebutkan dengan
tidak mengurangi kententuan dimaksud dalam ayat (1), dalam Undang-Undang
pembentukan Daerah sebagai pangkal ditetapkan urusan-urusan yang termasuk rumah
tangganya disertai alat perlengkapan dan pembiayaannya serta sumber-sumber
pendapatan yang pertama dari Daerah itu.
Dari Pasal 39 ayat (2) tersebut dapat dikemukakan
bahwa mengenai kewenangan/urusan daerah
tidak disebutkan secara tegas dalam pasal-pasal, tetapi dianggap sudah diatur
di dalam UU pembentukan Daerah (misalnya
provinsi Jawa Barat berdasarkan UU No. 11 tahun 1950). Di dalam UU
tersebut yang merupakan implemenntasi HAM
adalah antara lain urusan perburuhan, sosial, pendidikan , pengadjaran
dan kebudayan, dan urusan kesehatan (lihat
Paal 4 UU No. 11 Tahun 1950).
UU Nomor 5 Tahun 1974
- Tidak menganut prinsip otonomi
luas atau otonomi seluas luasnya, tetapi menganut otonomi nyata dan bertanggung
jawab
-
Mengenai kewenangan/urusan daerah tidak disebutkan secara tegas dalam
pasal-pasal, tetapi sama atau meneruskan UU no. 18 Tahun 1965 terdapat
dalam UU pembentukan daerah (misalnya
provinsi Jawa Barat berdasarkan UU No. 11 Tahun 1950). Di dalam UU No. 11
Tahun 1950 tersebut yang merupakan implemenntasi
HAM
adalah antara lain urusan perburuhan, sosial, pendidikan , pengadjaran dan kebudayan, serta urusan kesehatan
(lihat Pasal 4 UU No. 11 Tahun 1950).
Lanjutan,
- Menurut UU ini, Urusan pemerintahan yang
telah diserahkan, dapat ditambah dan
dapat ditarik kembali
Menurut Pasal 8 ayat (1) urusan pemerintahan yang telah diserahkan dapat ditambah
melalui peraturan pemerintah dan menurut Pasal 9 urusan pemerintahan yang telah
diserahkan kepada daerah dapat ditarik kembali dengan peraturan
perundang-undangan yang setingkat.
Dengan demikian, menurut UU No.5 Tahun 1974, urusan/kewenangan yang
menjadi urusan/kewenangan Daerah terdapat di dalam UU pembentukan Daerah dan PP
yang mengatur penambahan urusan dan PP yang mengatur penarikan urusan. Di dalam UU
dan PP tersebut yang merupakan implementasi HAM adalah antara lain urusan/kewenangan kesehatan, pendidikan, sosial, dan
perburuhan.
Lanjutan,
Contoh Undang-Undang
pembentukan daerah adalah Undang-Undang No.11 Tahun 1950 tentang pembentukan
provinsi Jawa Barat . Adapun contoh PP tentang penyerahan urusan adalah PP
No.51 Tahun 1952 jo .UU.No 24 Tahun 1956 tentang Kesehatan dan PP No.65 Tahun 1951 jo.UU.No 24 Tahun
1956 tentang pendidikan dan kebudayaan. Dengan demikian, implementasi HAM
menurut Undang-Undang No.5 Tahun 1974 antara lain menyangkut urusan kesehatan , pendidikan dan kebudayaan, sosial,
dan perburuhan.
UU No. 22 tahun 1999
Di dalamUU No. 22 Tahun 1999,
mengenai kewenangan/urusan daerah tidak
disebutkan secara tegas dalam pasal-pasal, tetapi menurut Penjelasan UU
tersebut, kewenangan daerah akan datur didalam peraturan pelaksanaan, yaitu PP No.25
Tahun 2000.Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah
Otonom. Adapun kewenangan yang
menyangkut HAM adalah antara lain bidang
ketenagakerjaan, kesehatan, pendidikan,dan kebudayaan, sosial, dan bidang lingkungan hidup. Dengan demikian
,implementasi HAM dari UU No.22 Tahun 1999 terlihat di dalam PP No.25 Tahun
2000.Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah
Otonom
UU No. 32 Tahun 2004
Di dalam UU No. 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, telah diatur secara tegas tentang apa-apa saja yang
menjadi kewenangan/urusan daerah sebagaimana diatur pada Pasal 13 (untuk
urusan/kewenangan provinsi) dan Pasal 14 (untuk urusan
/kewenangan kabupate/kota).
Adapun urusan/kewenangan yang merupakan implementasi HAM antara lain,
penanganan bidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya
manusia potensial, pelayanan bidang ketenagakerjaan, pengendalian lingkungan
hidup, pelayanan kependudukan dan catatan sipil..
Lanjutan,
Dengan demikian, masalah HAM
sudah secara tegas dan jelas diimplementasikan di dalam UU No. 32 Tahun 2004.
Selanjutnya tentang urusan/ kewenangan Daerah pada masa UU Nomor 32 Tahun 2004
terdapat pula di dalam PP No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
Jadi, dari seluruh urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah,
sebagian merupakan urusan pemerintahan yang menyangkut HAM atau merupakan
Implementasi HAM. Adapun urusan yang menyangkut HAM antara lain pendidikan,
kesehatan, penataan ruang, lingkungan hidup, pertanahan, kependudukan dan
catatan sipil, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, sosial,
ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, serta kebudayaan dan pariwisata (lihat
Pasal 2 ayat (4) PP No.38 Tahun 2007)
C. Kesimpulan
1. Melalui
penyelengaraan urusan pemerintahan, baik yang wajib maupun yang bersifat
pilihan, ternyata perlindungan dan jaminan HAM oleh Pemerintah Daerah Provinsi
dan Kabupaten/Kota di Indonesia pada umumnya
telah diimplementasikan dengan cukup baik, antara lain seperti hak memperoleh
pendidikan, pelayanan kesehatan, ketenagakerjaan, pelestarian lingkungan hidup,
serta perlindungan dan pengembangan budaya lokal. Tetapi tentu saja belum
terimplentasikan sepenuhnya karena berbagai hambatan, seperti misalnya masih terbatasnya
PAD dan masih kurangnya SDM yang profesional. Dengan perkataan lain, ….
Lanjutan,
… dapat dikemukakan bahwa harmonisasi peraturan
perundang-undangan daerah dengan
implementasi HAM sudah berjalan dengan relatif cukup baik, hal ini terlihat
dari urusan/kewenangan daerah yang makin
bertambah yang menyangkut implementasi HAM, seperti penataan ruang, lingkungan
hidup, pertanahan, kependudukan dan catatan sipil, pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak, sosial, ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, serta
kebudayaan dan pariwisata (lihat Pasal 2 ayat (4) PP No.38 Tahun 2007), serta
tidak ada pertentangan atau sejalan
antara masalah HAM yng diatur di dalam UUD 1945 dengan peraturan
perundang-undangan daerah beserta peraturan pelaksanaannya.
Lanjutan,
2. Dianutnya konsep
desentralisasi memang
banyak kalangan yang melihatnya dari berbagai
macam perspektif, namun semua tetap pada
satu kesimpulan umum bahwa desentralisasi
merupakan konsep pemerintahan yang
demokratis. Hal ini dengan sendirinya akan
menyampingkan konsep-konsep pemerintahan
yang sentralistis.
3. Di Indonesia,
penyelenggaraan otonomi daerah
yang konstitusional adalah
penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang tetap harus sejalan
dengan konsep/sistem Negara Kesatuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar