Minggu, 13 Mei 2012

IMPLEMENTASI ASAS KEADILAN DAN ASAS PROFESIONALITAS DALAM PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) PADA PT TBK BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) .... (Usulan Penelitian)

A.    Latar Belakang Penelitian

Pembangunan nasional yang selama ini telah dilakukan oleh pemerintah merupakan upaya pembangunan yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan utamanya adalah untuk mewujudkan masyarakat  Indonesia  yang  adil  dan  makmur  berdasarkan  Pancasila  dan Undang Undang  Dasar  Tahun 1945.

Agar bisa mencapai tujuan tersebut, pembangunan harus dilaksanakan  dengan senantiasa memperhatikan keserasian, keselarasan dan keseimbangan  di berbagai unsur pembangunan, termasuk salah satunya adalah di bidang  ekonomi dan keuangan. Untuk meningkatkan pemerataan pertumbuhan  ekonomi kearah peningkatan kesejahteraan rakyat, maka dibutuhkan suatu  lembaga keuangan yang bisa menunjang dan mendukung hal tersebut, dan  lembaga yang bisa melakukan hal  itu  merupakan  lembaga  perbankan. Hal  ini dikarenakan perbankan bergerak di bidang ekonomi yang secara nyata  berhubungan  langsung  dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dalam Pasal 1 angka 1 memberikan pengertian dari perbankan yaitu :

segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan  usaha,  serta  cara  dan  proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.”[1]

 

Masyarakat perlu melakukan usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya demi meningkatkan kesejahteraannya. Dalam kenyataannya tidak semua masyarakat terutama masyarakat lapisan menengah ke bawah yang memiliki modal yang cukup untuk membuka atau mengembangkan usaha dan produktifitasnya, sehingga dalam hal ini mereka membutuhkan bantuan yang berupa pinjaman atau kredit yang bisa mereka cari, salah satunya di suatu lembaga perbankan. Yang dimaksud dengan kredit di dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah :

penyediaan  uang  atau  tagihan  yang  dapat  dipersamakan  dengan itu,  berdasarkan  persetujuan  atau  kesepakatan  pinjam-meminjam antara  bank dengan  pihak  lain  yang mewajibkan  pihak  peminjam untuk  melunasi  utangnya  setelah  jangka  waktu  tertentu  dengan pemberian bunga.”[2]

 

 Kredit dibutuhkan oleh masyarakat baik oleh perorangan maupun badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya ataupun untuk meningkatkan kegiatan produksinya. Kegiatan yang menyangkut produktif misalnya masyarakat meminjam kredit di bank untuk memperluas kegiatan usahanya. Sedangkan kebutuhan yang bersifat konsumtif misalnya masyarakat meminjam kredit untuk membeli rumah.

Bank sebagai lembaga keuangan memiliki peran yang strategis bagi kehidupan perekonomian masyarakat. Hal tersebut bisa dilihat dari fungsi utama yang dimiliki oleh bank yaitu sebagai lembaga yang menghimpun dan   menyalurkan dana dari masyarakat. Dari fungsi utama bank tersebut maka  bank bisa dikatakan sebagai lembaga intermediasi yaitu lembaga yang     berfungsi sebagai penghubung antara orang yang memiliki uang dan yang membutuhkan uang. Dengan adanya minat dari orang yang memiliki kelebihan uang untuk menyimpan uangnya di bank, maka bank akan bisa mengumpulkan uang atau menghimpun dana dari masyarakat, yang kemudian dana-dana itu akan disalurkan lagi kepada masyarakat lainnya yang membutuhkannya, dalam bentuk kredit. Penghimpunan dana merupakan suatu jasa utama yang ditawarkan dunia perbankan, baik oleh bank umum maupun bank perkreditan rakyat.[3]

Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi, bank harus memegang teguh prinsip kepercayaan dan kehati-hatian. Kedua prinsip ini harus digunakan karena untuk menekan kemungkinan terjadinya resiko dalam melakukan kegiatan perkreditan. Seperti resiko kemungkinan tidak dikembalikannya kredit yang telah diberikan kepada nasabah pencari kredit. Apabila dana yang disalurkan melalui kredit tidak bisa dikembalikan, maka bank bisa menderita kerugian dan apabila bank mengalami pailit atau bangkrut maka simpanan penabung bisa saja tidak dibayarkan kembali.

Di negara-negara berkembang seperti Indonesia ini, kegiatan bank    terutama dalam pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan bank yang    sangat penting dan utama sehingga pendapatan dari kredit yang berupa bunga merupakan komponen pendapatan yang paling besar dibanding dengan   pendapatan jasa-jasa diluar bunga kredit yang biasa disebut dengan fee base    income”. Berbeda dengan bank-bank di negara-negara yang ada di negara  maju, laporan keuangan menunjukkan bahwa komponen pendapatan bunga dibanding dengan pendapatan jasa perbankan lainnya sudah cukup berimbang.[4]

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa dana perbankan yang disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit bukanlah dana milik banksendiri tetapi merupakan dana yang berasal dari masyarakat, sehingga penyaluran kredit yang akan dilakukan oleh bank kepada nasabahnya, haruslah dilaksanakan dengan prinsip kehati-hatian, melalui analisa yang akurat dan mendalam, serta penyalurannya haruslah dilakukan dengan tepat sasaran serta diperlukan adanya pengawasan dan pemantauan yang baik,  perjanjian yang sah dan juga harus memenuhi syarat hukum. Syarat hukum  ini merupakan aspek yang sangat penting yang harus dipenuhi, hal ini dikarenakan walaupun syarat-syarat di luar aspek hukum yang dibutuhkan  untuk pengajuan kredit telah dipenuhi semua tetapi kalau ternyata syarat yang berkaitan dengan aspek hukum  tidak memenuhi  syarat  atau  tidak  sah maka  semua  ikatan  perjanjian dalam  pemberian kredit dapat  gugur sehingga dapat menyulitkan bank untuk menarik kembali kredit yang telah diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, perjanjian dan dokumentasi dari pengajuan  kredit haruslah teratur dan lengkap, semuanya ini tentu saja bertujuan agar kredit yang meliputi pinjaman pokok dan bunga yang disalurkan kepada masyarakat tersebut, dapat kembali tepat pada waktunya sesuai perjanjian kredit yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yaitu bank dengan nasabah.

Peran perbankan nasional dalam menghimpun dan terutama dalam menyalurkan dana kepada masyarakat haruslah lebih memperhatikan pembiayaan kegiatan sektor perekonomian nasional dengan prioritas kepada koperasi, dan pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta kepada berbagai lapisan masyarakat tanpa adanya diskriminasi, sehingga bila dilakukan dengan baik maka akan memperkuat struktur perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan UMKM dan koperasi merupakan suatu bentuk kegiatan usaha yang paling banyak terdapat di tengah masyarakat.

Tercatat sekitar 48 juta unit usaha kecil menengah (UKM) dengan  anggota 85 juta pelaku usaha. Adapun jumlah  koperasi  tercatat 140.000 unit dengan jumlah anggota 28 juta orang. Sehingga jika bank lebih  memperhatikan dan memberikan kemudahan dalam pemberian kredit kepada UMKM dan koperasi, maka jika usaha ini bisa semakin tumbuh dan berkembang maka pendapatan orang per-orang dari Koperasi dan UMKM juga akan terus meningkat, dan taraf hidup rakyat-pun akan meningkat. Hal  ini tentu akan mengurangi kemiskinan dan tingkat pengangguran di masyarakat, dan bila pengangguran berkurang maka perekonomian  masyarakat akan semakin baik dan tentu saja akan berimbas pada semakin  baiknya perekonomian nasional.

Tetapi meskipun sejak dulu kredit sudah ada, namun yang belum dioptimalkan adalah akses dan kemudahan bagi Koperasi dan UMKM untuk  mendapat kredit.[5] Kredit yang ditawarkan oleh lembaga perbankan, pada umumnya sering mempersyaratkan pihak peminjam (debitur yaitu nasabah) untuk menyerahkan jaminan kepada pihak pemberi pinjaman (kreditur yaitu bank), dengan kata lain bank dalam pemberian kredit lebih berorientasi kepada masalah jaminan.

Namun pada tahun 2007, bekerja sama dengan bank-bank pemerintah seperti PT Tbk Bank Rakyat Indonesia (BRI) ....., pemerintah mengeluarkan kebijakan  baru dalam pemberian kredit untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu  dengan adanya program kredit tanpa jaminan yang mana program ini diperkenalkan oleh pemerintah dengan nama Kredit Usaha Rakyat (KUR).

KUR ini merupakan nama dari program kredit tanpa jaminan yang dikeluarkan oleh pemerintah, dengan tujuan untuk menambah modal usaha dari pengusaha mikro kecil dan menengah (UMKM) serta koperasi. Dengan adanya KUR ini, maka orientasi bank dalam pemberian kredit bisa dikatakan sudah berubah, dari yang berorientasi kepada  jaminan (collateral oriented) menjadi tidak lagi berorientasi kepada masalah jaminan (non collateral oriented). Maka dengan adanya kebijakan perkreditan ini, walaupun tanpa menyerahkan suatu jaminan, orang sudah bisa mendapatkan  kredit jenis KUR ini. Jadi didalam kredit ini tidak terdapat penyerahan jaminan dalam bentuk fisik, karena bank telah menggunakan dan menempatkan bonafiditas serta    prospek usaha yang telah dimiliki dan dijalankan oleh nasabah sebagai pengganti jaminan fisik. Sehingga  bisa  dikatakan  untuk mendapatkan kredit tanpa jaminan ini maka nasabah haruslah memiliki  bonafiditas serta prospek usaha yang baik. Penilaian terhadap prospek usaha nasabah merupakan bentuk kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit jenis ini dan merupakan cara  bank untuk mempercayai nasabah bahwa dengan memiliki usaha yang baik  dirinya bisa mengembalikan kredit yang dipinjamnya dari bank.[6]

Oleh sebab itu, pembahasan kemudian difokuskan kepada peran bank dalam menunjang kegiatan perekonomian masyarakat lapisan menengah kebawah yang bergerak dalam usaha koperasi dan UMKM, yang memperoleh kemudahan dari bank untuk mendapatkan kredit meskipun tanpa jaminan yang dikenal dengan bentuk kredit usaha rakyat (KUR). Bank dalam memberikan kredit tanpa jaminan ini, harus lebih hati-hati dan selektif terhadap setiap debitur yang mengajukan permohonan kredit, karena kredit tanpa jaminan ini lebih mengandung banyak resiko dibanding dengan kredit yang menggunakan jaminan, terutama dalam kaitannya nasabah  tidak bisa mengembalikan kredit yang dipinjamnya dari bank. Sehingga bank harus benar-benar memiliki keyakinan terhadap kemampuan nasabah untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan sebelumnya.

B.     Identifikasi Masalah

1.      Bagaimanakah prosedur pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada PT Tbk Bank Rakyat Indonesia (BRI) ...........?

2.      Apakah diimplementasikan asas keadilan dan asas profesionalitas dalam pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada PT Tbk Bank Rakyat Indonesia (BRI) ...............?

 

C.    Tujuan Penelitian

Penetapan tujuan yang tepat, demikian menurut pandangan Jack Canfield,[7] merupakan salah satu prinsip terpenting untuk sukses. Penulis sepakat dengan Jack Canfield, bahwa dengan tujuan yang jelas akan memudahkan untuk menentukan langkah-langkah yang selayaknya dilakukan. Demikian halnya dengan penelitian yang terdapat dalam skripsi ini. Tujuan yang hendak dipaki oleh penulis dalam penelitian ini berkaitan dengan fokus kajian yang telah ditetapkan dalam identifikasi masalah di atas.

Sesuai dengan itu, maka tujuan penelitian yang hendak penulis capai yaitu :

1.      Untuk mengetahui prosedur pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada PT Tbk Bank Rakyat Indonesia (BRI) ..............

2.      Untuk mengetahui implementasi asas keadilan dan asas profesionalitas dalam pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada PT Tbk Bank Rakyat Indonesia (BRI) ...............

 

D.    Manfaat Penelitian

Manfaat  yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1.      Manfaat teoritis, hasil penelitian ini akan dapat memberikan. sumbangan bagi ilmu pengetahuan hukum perdata terutama dalam bidang perbankan.

2.      Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mencari solusi-solusi terhadap kendala yang dihadapi dalam bidang perbankan khususnya masalah kredit.

 

E.     Metode Penelitian

Metodologi yang dipergunakan adalah :

1.      Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang berusaha menggambarkan secara umum fakta-fakta yang ditemukan termasuk ketentuan-ketentuan hukum in abstraco.[8] Kemudian dianalisis, berdasarkan teori-teori hukum dan praktik hubungan hukum antara pemerintah, bank, nasabah.

2.      Spesifikasi Pendekatan

Metode pendekatan yang dipakai dalam pembahasan skripsi ini adalah dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Yang dimaksud dengan yuridis normatif adalah pendekatan terhadap suatu masalah yang menitik beratkan pada ketentuan-ketentuan yang berlaku, dimana penulis melakukan penyelidikan terhadap Undang-undang tentang Perbankan serta Undang-undang yang terkait dengan permasalahan ini.[9]

3.      Tahap penelitian dilakukan dengan dua cara, yaiu :

a.       Penelitian kepustakaan yaitu kegiatan mencari data dan dilakukan dengan cara mempelajari serta mengkaji peraturan perundang-undangan dan relevansinya dan buku-buku referensi.

b.      Penelitian lapangan yaitu dilakukan secara langsung ke lapangan di tempat permasalahan yaitu PT Tbk Bank Rakyat Indonesia (BRI) ...............

4.      Teknik Pengumpulan Data

a.       Studi Dokumentasi dilakukan melalui penelusuran dokumen-dokumen guna mendapatkan landasan teoritis berupa pendapat-pendapat para ahli atau informasi dari pihak yang berwenang.

b.      Observasi Lapangan dilakukan dengan cara mencari data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan.

 

 

5.      Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan melalui penelusuran terhadap data yang telah dikumpulkan baik data sekunder maupun data primer, kemudian data tersebut diberikan kualifikasi atau digolongkan sebagai suatu peristiwa hukum. Data utama dari penelitian tersebut adalah data sekunder  berupa bahan hukum primer dalam bentuk kredit perbankan. Data tersebut kemudian diolah, dibandingkan, dikaji, serta dianalisis, diuraikan melalui penafsiran-penafsiran secara kualitatif sehingga hasilnya dapat diuraikan  menjadi suatu hal yang ditemukan dalam pembahasan masalah. Data lapangan hanya sebagai penunjang atau pelengkap data sekunder.

6.      Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di PT Tbk Bank Rakyat Indonesia (BRI) ................

 

F.     Kerangka Pemikiran

Untuk memperbaiki perekonomian nasional maka harus dimulai dengan perbaikan perekonomian daerah. Upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan perekonomian daerah salah satunya adalah memberikan akses dan jalan yang mudah bagi  koperasi serta UMKM  yang banyak terdapat di dalam masyarakat untuk mengembangkan usahanya dengan pemberian tambahan modal, yang dalam hal ini perbankan sebagai lembaga penyedia modal keuangan sangat dibutuhkan peranannya yaitu dalam hal pemberian kredit. Bank dalam memberikan kredit kepada masyarakat bisa menggunakan dua cara yaitu kredit dengan menggunakan jaminan maupun kredit tanpa menggunakan jaminan. Untuk kredit yang menggunakan jaminan tentu memiliki sedikit resiko karena jaminan yang telah diserahkan oleh debitur kepada kreditur dapat dicairkan (dijual) apabila debitur cidera janji yaitu tidak  dapat melunasi kredit yang dipinjamnya atau mengalami kredit macet. Sehingga dengan adanya  jaminan maka diharapkan kerugian dari bank akibat terjadinya kredit macet dapat diminimalkan.[10]

Sedang untuk kredit yang tanpa jaminan dengan sendirinya tentu memiliki lebih banyak resiko. Sehingga dalam hal ini bank dituntut untuk lebih memperhatikan dengan seksama terhadap kemampuan dari debitur   yang mengajukan kredit tanpa jaminan seperti dalam hal kemampuan untuk  mengembalikan kredit yang telah diterimanya dari bank. BRI sebagai bank  pemerintah merupakan salah satu lembaga perbankan yang menyalurkan kredit tanpa jaminan ini. Kredit yang diluncurkan sekitar tahun 2007 ini, yang diperkenalkan dengan nama Kredit Usaha Rakyat (KUR), direncanakan oleh pemerintah akan dapat membantu perkembangan dari usaha masyarakat yang selama ini kekurangan dan sulit mendapatkan modal dari perbankan, serta      dengan adanya kredit tanpa jaminan ini telah menunjukkan keseriusan dari pemerintah akan usahanya untuk membantu pengusaha kecil dan menengah serta koperasi.

Kredit tanpa jaminan ini memang sengaja diarahkan kepada UMKM  dan koperasi karena selama ini merekalah para pengusaha yang membutuhkan  tambahan modal tetap bila ingin mengajukan kredit ke bank selalu terhadang  banyak kendala seperti prosedur yang berbelit-belit dan tentu saja masalah  jaminan. Sehingga untuk mencegah mereka mencari tambahan modal pada  pihak yang tidak bertanggung jawab, seperti rentenir yang memberikan   bunga yang begitu besar, maka kredit tanpa jaminan ini dirancang  memberikan kemudahan dengan bunga pinjaman yang kecil, tidak berbelit-belit dan tanpa menggunakan jaminan apapun, karena diharapkan dengan  adanya  kredit  ini  kebutuhan masyarakat  terhadap modal bisa terpenuhi dan tidak memberatkan masyarakat, sehingga masyarakat dapat lebih bersemangat  mengembangkan usahanya dengan meminta bantuan ke bank untuk mendapatkan kredit tanpa jaminan ini.

Untuk mendapatkan kredit tanpa jaminan maka nasabah (debitur) yang mengajukan kredit harus memenuhi dan mengikuti prosedur yang telah ditentukan oleh bank pemberi kredit yang  dalam penelitian ini adalah bank BRI. Semua syarat yang diajukan oleh bank haruslah dipenuhi karena semua ini berkaitan dengan upaya untuk memberikan keyakinan kepada kreditur (bank) bahwa debitur mampu mengembalikan kredit sesuai dengan perjanjian dan tidak akan sampai terjadi kredit macet. Sehingga dalam hal ini perjanjian juga haruslah dibuat dengan seksama dan sesuai dengan isi Pasal 1320      KUH Perdata tentang syarat syahnya perjanjian. Dimana untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu : 

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan  untuk membuat  suatu perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.”[11]

 

Dalam proses pemberian kredit, khususnya Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada PT Tbk Bank Rakyat Indonesia (BRI) ..................pegawai bank yang menangani permasalahan kredit harus bisa mengimplementasikan asas keadilan dan asas profesionalitas dalam memberikan kredit pada debitur.

   

G.    Sistematika Penulisan

BAB I. PENDAHULUAN

........................

BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG BANK DAN KREDIT BANK

.........................

BAB III. PROSEDUR PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) PADA PT TBK BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) ...............

...................

BAB IV. IMPLEMENTASI ASAS KEADILAN DAN ASAS PROFESIONALITAS DALAM PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) PADA PT TBK BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) ..................

....................

BAB. V SIMPULAN DAN SARAN

.......................

Daftar Pustaka

Daftar Pustaka.

Lampiran

Lampiran.

H. Daftar Pustaka

 

Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi, Keuangan, Perdagangan, Pradya Paramita, Jakarta, 1995.

Harun, Badriyah, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Pustaka Yustisia, Jakarta, 2010.

Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.

Lubis, Suhrawardi, K, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Medan, 1993.

Muhammad, Abdulkadir dan Murniaty, Rilda, Segi Hukum Lembaga Keuangan Dan Pembiayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 2006.

Rachmadi, Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001.

Sutarno, Aspek-Aspek  Hukum  Perkreditan  Pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2003.

Sudikno, Mertokusumo, Penemuan Hukum, Sebuah Pengantar, Liberty, 1996.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, UI press, Jakarta, 1986.

Sinungan, Muchdarsyah, Dasar-dasar Teknik Manajemen Kredit, Bina Aksara, Jakarta, 1987.

Setiawan, R, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra A Bardin, Bandung, 1977.

Supramono, Gatot, Perbankan dan Maslah Kredit, Rineka Cipta, Jakarta, 2009.

Sutedi, Adrian, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.

Sutojo, Siswanto, Analisa Kredit Bank Umum, Pustaka Binaman Presindo, Jakarta, 1995.

Suyanto, Thomas, at al, Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007.

Sudarsono, Kamus Hukum, Bineka Cipta, Jakarta, 2005.

Suharnoko, Hukum Perjanjian, Kencana, Jakarta, 2009.

Tje’Aman, Putra, Edy, Mgs, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan  Yuridis, Liberty, Yogyakarta, 1989.

Usman, Rachmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003.

Wijaya, Faried, Perkreditan dan Bank, BPFE, Yogyakarta, 1991.

Undang Undang Dasar Tahun 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.


[1] Vide, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

[2] Vide, Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

[3] Usman Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hlm 221

[4] Sutarno, Aspek-Aspek  Hukum  Perkreditan  Pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2003, hlm 5

[5] Suhartono, Presiden: Koperasi dan UKM, Cara Cepat Atasi Kemiskinan, Kompas, 5 November 

2007, hlm 1

[6] Mgs Edy Putra Tje’Aman, Kredit  Perbankan  Suatu  Tinjauan  Yuridis, Liberty, Yogyakarta, 1989, hlm 12

[7] Jack Canfield, The Succes Principles, Gramedia, Jakarta, 2006, hlm 37

[8] Mertokusumo, Sudikno, Penemuan Hukum, Sebuah Pengantar, Liberty, 1996

[9] Soerjono, Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI press, Jakarta, 1986, hlm 44

[10] M. Bahsan, Hukum  jaminan  dan  Jaminan Kredit Perbankan  Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm 4

[11] Vide, Pasal 1320  KUH Perdata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar