Minggu, 13 Mei 2012

KAJIAN YURIDIS TENTANG PRAKTEK JUAL BELI TANAH DI KABUPATEN TASIKMALAYA DIHUBUNGKAN DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH (Usulan Penelitian)

A.    Latar Belakang Penelitian

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Undang Undnag Dasar Tahun 1945 adalah Negara hukum yang memberikan jaminan dan perlindungan atas hak-hak warga Negara, antara lain hak warga negara untuk mendapatkan, mempunyai, dan menikmati hak milik.  Hak Milik atas tanah sebagai salah satu jenis hak milik, yang sangat penting bagi negara, bangsa, dan rakyat Indonesia sebagai masyarakat agraria yang sedang membangun ke arah perkembangan industri dan lain-lain. Akan tetapi, tanah yang merupakan kehidupan pokok bagi manusia akan berhadapan dengan berbagai hal, antara lain :

1.      keterbatasan tanah, baik dalam kuantitas maupun kualitas dibandingkan dengan kebutuhan yang harus dipenuhi;

2.      Pergeseran pola hubungan antara pemilik tanah dan tanah sebagai akibat perubahan-perubahan yang ditimbulkan oleh proses pembangunan dan perubahan-perubahan sosial pada umumnya;

3.      Tanah di satu pihak telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat penting, pada lain pihak telah tumbuh sebagai bahan perniagaan dan obyek spekulasi;

4.      Tanah disatu pihak harus dipergunakan dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat lahir batin, adil dan merata, sementara di lain pihak harus dijaga kelestariannya.

Sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, hukum tanah di Indonesia bersifat dualisme, artinya selain diakui berlakunya hukum tanah adat yang bersumber dari hukum adat, diakui pula peraturan-peraturan mengenai tanah yang didasarkan atas hukum barat. Setelah berlakunya UUPA pada tanggal 24 September 1960, berakhirlah masa dualisme hukum tanah yang berlaku di Indonesia menjadi suatu unifikasi hukum tanah. Hak milik sebagai suatu lembaga hukum dalam hukum tanah telah diatur baik dalam hukum tanah sebelum berlakunya UUPA maupun dalam UUPA. Sebelum berlakunya UUPA, ada dua golongan besar hak milik atas tanah, yaitu hak milik menurut hukum adat, dan hak milik menurut hukum perdata barat yang dinamakan hak Eigendom.

Kedua macam hak milik tersebut kemudian dikonversi dalam UUPA menjadi hak milik. Konversi hak-hak atas tanah adalah perubahan hak atas tanah sehubungan dengan berlakunya UUPA. Hak hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA diubah menjadi hak-hak atas tanah yang ditetapkan dalam UUPA sehingga sekarang hanya ada satu macam hak milik atas tanah. Dalam ketentuan konversi pasal II UUPA dinyatakan, bahwa hak Agrarische Eigendom, Milik Yasan, Andarbeni, Hak atas Druwe, Hak atas Druwe desa, pesini, Grant Sultan Landerijenbesitrecht, altijddurende, erfpacht, Hak Usaha Bekas tanah partikelir dan hak lainnya dengan nama apapun menjadi hak milik. Kecuali yang mempunyainya tidak memenuhi syarat seperti yang tercantum dalam Pasal 24.

Peralihan hak atas tanah dapat melalui jual beli, tukar menukar, hibah, ataupun karena pewarisan. Dalam Pasal 26 ayat (1) UUPA ditentukan bahwa “jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Ketentuan Pasal 5 UUPA menegaskan : “hukum agaria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adatsepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosiologisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.” Berdasarkan persyaratan Pasal 5 tersebut, dapat disebutkan bahwa hukum Agraria Nasional kita adalah Hukum Adat yang di-saneer.

 Hal ini berarti kita menggunakan konsep, asas-asas, lembaga-lembaga hukum, dan sistem Hukum Adat sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dan sosialisme Indonesia. Hukum Adat yang telah disempurnakan/Hukum Adat yang telah dihilangkan sifat kedaerahannya dan diberi sifat nasional. misalnya; lembaga jual beli tanah, yang telah disempurnakan tanpa mengubah hakikatnya sebagai perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah untuk selama-lamanya yang bersifat tunai dan terang. Hanya saja pengertian “terang” sekarang ini adalah jual beli dilakukan menurut peraturan tertulis yang berlaku. Jual beli tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan setelah akta tersebut ditandatangani oleh para pihak maka harus didaftarkan.

Perubahan di atas bertujuan untuk meningkatkan mutu alat bukti perbuatan hukum yang dilakukan. Menurut Hukum Adat yang masyarakatnya terbatas lingkup persoalan dan teritorialnya, cukup dibuatkan surat pernyataan jual beli tanah di atas kertas bermaterai oleh penjual sendiri dan disaksikan oleh kepala adat. Adapun “tunai” maksudnya adalah pemindahan hak dan pembayaran harganya dilakukan secara serentak. Tunai mungkin berarti harga tanah dibayar secara kontan, atau baru dibayar sebagian (dibayar sebagian dianggap tunai). Jadi, dengan dilakukannya jual beli tanah dihadapan  PPAT, maka pada saat itu juga hak atas tanahnya berpindah dari penjual kepada pembeli dengan pembayaran secara tunai dari pembeli kepada penjual.

Adapun prosedur jual beli tanah itu diawali dengan kata sepakat antara calon penjual dengan calon pembeli mengenai obyek jual belinya yaitu tanah hak milik yang akan dijual dan harganya. Hal ini dilakukan melalui musyawarah diantara mereka sendiri. Setelah mereka sepakat akan harga dari tanah itu, biasanya sebagai tanda jadi, diikuti dengan pemberian panjer. Pemberian panjer tidak diartikan sebagai harus dilaksanakan jual beli itu. Dengan demikian panjer disini fungsinya adalah hanya sebagai tanda jadi akan dilaksanakannya jual beli. Dengan adanya panjer, para pihak akan merasa mempunyai ikatan moral untuk melaksanakan jual beli tersebut. Apabila telah ada panjer, maka akan timbul hak ingkar, bila yang ingkar si pemberi panjer, panjer menjadi milik penerima panjer, sebaliknya, bila keingkaran tersebut ada pada pihak penerima panjer, panjer harus dikembalikan kepada pemberi panjer. Jika para pihak tidak menggunakan hak ingkar tersebut, dapatlah diselenggarakan pelaksanakaan jual beli tanahnya, dengan calon penjual dan calon pembeli menghadap kepala desa (adat) untuk menyatakan maksud mereka itu, inilah yang dimaksud dengan “terang”.

Kemudian oleh penjual dibuat surat pernyataan jual beli tanah di atas kertas bermeterai yang menyatakan bahwa benar ia telah menyerahkan tanah miliknya untuk selama-lamanya kepada pembeli dan bahwa benar ia telah menerima harga secara penuh. Surat pernyataan tersebut ditandatangani oleh penjual dan pembeli serta kepala desa (kepala adat). Dengan telah ditandatanganinya surat pernyataan tersebut, maka perbuatan jual beli itu selesai. Pembeli kini menjadi pemegang hak atas tanahnya yang baru dan sebagai tanda buktinya adalah surat pernyataan jual beli tersebut.

Sejak berlakunya PP No. 10 Tahun 1961 jungto PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, jual beli dilakukan oleh para pihak di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang bertugas membuat aktanya. Dengan dilakukannya jual beli di hadapan PPAT, dipenuhi syarat “terang” (bukan perbuatan hukum yang gelap, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi).

 

Akta jual beli yang ditandatangani para pihak membuktikan telah terjadi pemindahan hak dari penjual kepada pembelinya dengan disertai pembayaran harganya, telah memenuhi syarat tunai dan menunjukkan bahwa secara nyata atau riil perbuatan hukum jual beli yang bersangkutan telah dilaksanakan. Akta tersebut membuktikan bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum pemindahan hak untuk selama-lamanya dan pembayaran harganya, dan penerima hak (pembeli) sudah menjadi pemegang haknya yang baru. Akan tetapi, hal itu baru diketahui oleh para pihak dan ahli warisnya, dan juga baru mengikat para pihak dan ahli warisnya karena administrasi PPAT sifatnya tertutup bagi umum.

Praktek jual beli tanah di Desa Sukakerta, Kecamatan Jatiwaras, Kabupaten Tasikmalaya lebih banyak dilakukan di hadapan Kepala Desa daripada di hadapan PPAT atau Camat yang diberi wewenang sebagai PPAT.

B.     Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengemukakan masalah-masalah yang akan dikaji dalam skripsi ini diidentifikasi sebagai berikut :

1.      Mengapa praktek jual beli tanah di wilayah Kabupaten Tasikmalaya lebih banyak dilakukan di hadapan Kepala Desa ?

2.      Bagaimanakah upaya Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam praktek pembuatan akta jual beli serta pendaftaran tanah di Kabupaten Tasikmalaya ?

C.    Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.      Tujuan Penelitian

Penetapan tujuan yang tepat, demikian menurut pandangan Jack Canfield,[1] merupakan salah satu prinsip terpenting untuk sukses. Penulis sepakat dengan Jack Canfield, bahwa dengan tujuan yang jelas akan memudahkan untuk menentukan langkah-langkah yang selayaknya dilakukan. Demikian halnya dengan penelitian yang terdapat dalam skripsi ini. Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini yaitu :

a.       Untuk mengetahui proses jual beli tanah di Kabupaten Tasikmalaya.

b.      Untuk mengetahui fungsi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam peoses jual beli tanah di Kabupaten Tasikmalaya.

2.      Manfaat Penelitian

Manfaat  yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

a.       Manfaat teoritis, hasil penelitian ini akan dapat memberikan. sumbangan bagi ilmu pengetahuan hukum terutama dalam pelaksanaan jual beli tanah.

b.      Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mencari solusi-solusi terhadap kendala yang dihadapi dalam proses jual beli tanah dan fungsi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

D.    Kerangka Pemikiran

Tanah dengan kedudukan Hak Milik secara adat sudah sejak dulu dikenal oleh masyarakat. Tanah Hak Milik bagi masyarakat Indonesia bukanlah suatu hal yang baru, landasan idiil daripada Hak Milik adalah Pancasila dan Undang Undang Dasar Tahun 1945, secara yuridis formil, hak perseorangan ada dan diakui oleh negara. Hal ini dibuktikan dengan adanya Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA. Hak Milik atas Tanah tercantum dalam  Pasal 20 ayat (1) adalah sebagai berikut : “Hak Milik adalah hak yang turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 (Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial)”. Hak Milik hanya dapat dipunyai oleh Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang memenuhi syarat-syarat dan ditetapkan oleh Pemerintah yaitu PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, setiap Warga Negara Indonesia yang berwenang dalam kedudukannya dan cakap untuk melakukan perbuatan hukum dapat mengalihkan Hak Milik kepada pihak lain dengan cara Jual Beli, Tukar Menukar, Hibah dan sebagainya.

Hak Milik atas tanah dapat dipunyai oleh satu atau lebih dari satu pemilik yang dimiliki secara bersama-sama, hal ini bisa terjadi diantaranya karena pewarisan yang mana ahli waris dari almarhum pemilik tersebut demi hukum menjadi pemilik tanah Hak milik tersebut.

Salah satu peralihan hak atas tanah yang sering terjadi yaitu peralihan dengan cara jual beli. Dalam jual beli hak milik atas tanah menurut UUPA adalah jual beli menurut hukum adat yang telah di saneer. Untuk sahnya jual beli harus dilakukan secara “terang dan tunai” dihadapan kepala desa. Setelah berlakunya UUPA dan dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan telah disempurnakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 maka jual beli hak milik atas tanah harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, dengan dihadiri oleh para pihak baik penjual maupun pihak pembeli. Sebelum dillakukan jual beli atas tanah yang sudah bersertifikat PPAT harus melakukan pengecekan terlebih dahulu ke kantor pertanahan untuk mencocokkan kebenaran dari sertipikat Hak Milik tersebut dan mengenai kewenangan bertindak dari para pihak untuk melakukan perbuatan hukum jual beli tersebut.

Apabila salah satu pihak tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum ini maka PPAT dapat untuk menolak membuatkan akta jual beli hak  milik atas tanah tersebut. Bila semua persyaratan dari kewenangan melakukan perbuatan hukum dari para pihak dan kelengkapan dokumen, maka PPAT membuatkan akta jual beli tersebut. Setelah dibuatnya akta jual beli maka PPAT selambat lambatnya hari ketujuh harus didaftarkan Ke Kantor Pertanahan, untuk diproses kelengkapan berkas/dokumen untuk pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut. Setelah meneliti kelengkapan berkas tersebut maka kantor pertanahan memproses untuk terbitnya sertipikat Hak Milik atas tanah atas nama pembeli, yang secara hukum menjamin kepastian hukum dan sebagai alat bukti yang kuat.

Pejabat Pembuat Akta Tanah mempunyai peranan yang penting dalam mewujudkan tertib administrasi dalam pendaftaran tanah, yang mana PPAT membantu sebagian tugas dari Kantor Pertanahan dalam hal apabila ada perbuatan hukum. Perbuatan hukum tersebut meliputi jual beli, tukar menukar, pemasukan kedalam perusahaan (inbreng), pembagian hak bersama, pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik, pemberian Hak Tanggungan, Pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan (Pasal 2 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006). Dalam hal ini  jual beli Hak Milik atas tanah yang dilakukan para pihak yang berwenang sebagi subyek hukum untuk melakukan perbuatan hukum tersebut dihadapan PPAT untuk dibuatkan akta jual beli Hak Milik Atas Tanah secara otentik yang berada di daerah kerja PPAT yaitu daerah Kabupaten/kota. 

E.     Metode Penelitian

Metode yang dipergunakan adalah :

1.      Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang berusaha menggambarkan secara umum fakta-fakta yang ditemukan termasuk ketentuan-ketentuan hukum in abstraco.[2] Kemudian dianalisis, berdasarkan teori-teori hukum dan prktik hubungan hukum antara penegak hukum, korban, pelaku.

2.      Spesifikasi Pendekatan

Metode pendekatan yang dipakai dalam pembahasan skripsi ini adalah dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Yang dimaksud dengan yuridis normatif adalah pendekatan terhadap suatu masalah yang menitik beratkan pada ketentuan-ketentuan yang berlaku, dimana penulis melakukan penyelidikan terhadap Undang-undang  tentang Pendaftaran Tanah serta Undang-undang yang terkait dengan permasalahan ini.[3]

3.      Tahap penelitian dilakukan dengan dua cara, yaiu :

a.       Penelitian kepustakaan yaitu kegiatan mencari data dan dilakukan dengan cara mempelajari serta mengkaji peraturan perundang-undangan dan relevansinya dan buku-buku referensi.

b.      Penelitian lapangan yaitu dilalkukan secara langsung ke lapangan di tempat permasalahan yaitu Desa Sukakerta Kecamatan Jatiwaras Kabupaten Tasikmalaya.

4.      Teknik Pengumpulan Data

a.       Studi Dokumentasi dilakukan melalui penelusuran dokumen-dokumen guna mendapatkan landasan teoritis berupa pendapat-pendapat para ahli atau informasi dari pihak yang berwenang.

b.      Observasi Lapangan dilakukan dengan cara mencari data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan.

5.      Metode Analisa Data

Analisis data dilakukan melalui penelusuran terhadap data yang telah dikumpulkan baik data sekunder maupun data primer, kemudian data tersebut diberikan kualifikasi atau digolongkan sebagai suatu peristiwa hukum. Data utama dari penelitian tersebut adalah data sekunder  berupa bahan hukum primer dalam bentuk peraturan tentang pendaftaran tanah. Data tersebut kemudian diolah, dibandingkan, dikaji, serta dianalisis, diuraikan melalui penafsiran-penafsiran secara kualitatif sehingga hasilnya dapat diuraikan  menjadi suatu hal yang ditemukan dalam pembahasan masalah. Data lapangan hanya sebagai penunjang atau pelengkap data sekunder.

6.      Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Desa Sukakerta, Kecamatan Jatiwaras, Kabupaten Tasikmalaya.

F.     Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULAN

............

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA

...............

BAB III  PERJANJIAN JUAL BELI TANAH

Pada bab ke tiga dipaparkan tentang Perjanjian jual beli tanah, Jual beli tanah, Cara pengalihan hak karena jual beli, Persyaratan, Pendaftaran, Tentang sertifikat sebagai alat bukti hak milik.

BAB IV KAJIAN YURIDIS  TENTANG PRAKTEK JUAL BELI TANAH DI KABUPATEN TASIKMALAYA DIHUBUNGKAN DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH

........................

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

.......................

Daftar Pustaka

Daftar Pustaka.

G. Daftar Pustaka

Abdurrahman, Aneka Masalah dalam Praktek Penegakan Hukum di Indonesia, Alumni : Bandung, 1980.

Adiwinata, Saleh. Pengertian Hukum Adat Menurut UUPA. Alumni : Bandung, 1976.

Al Rashid, Harun, Sekilas tentang Jual Beli Tanah (Berikut Peraturan-peraturannya), Ghalia Indonesia : Jakarta, 1987.

Chandra, S. Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah Persyaratan Permohonan di Kantor Pertanahan, Gramedia Widiasarana Indonesia : Jakarta, 2005. 

Chulaimi, Achmad. Hukum Agraria Perkembangan Macam-macam Hak Atas Tanah dan Pemindahannya, FH-UNDIP : Semarang. 1986.

Effendi, Bachtiar. Pendaftaran Tanah di Indonesia Beserta Pelaksanaannya. Alumni : Bandung. 1983.

Gautama, Sudargo. Tafsiran UUPA. Alumni : Bandung, 1983.

Hadi, Sutrisno. Metodologi Research Jilid I. ANDI : Yogyakarta, 2000.

Harsono, Boedi. Hukum Agraria, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya. Djambatan : Jakarta, 2000.

_______. Hukum Agraria Indonesia. Djambatan : Jakarta. 1999.

_______. Penggunaan dan Penerapan Asas-asas Hukum Adat Pada Hak Milik Atas Tanah. Paper. Disampaikan pada Simposium Hak Milik Atas Tanah Menurut UUPA. Jakarta, 1983.

Hermit, Herman. Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara dan Tanah Pemda. Teori dan Praktek Pendaftaran anah di Indonesia, Mandar Maju : Bandung.  2004.

Mertokusumo, Sudikno, Penemuan Hukum, Sebuah Pengantar, Liberty, 1996.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, 2008.

_______________, Pengantar Penelitian Hukum, UI press, Jakarta, 1986.

Undang Undang Dasar Tahun 1945.

Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960.

Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa.

 


[1] Jack Canfield, The Succes Principles, Gramedia, Jakarta, 2006, hlm. 37.

[2] Mertokusumo, Sudikno, Penemuan Hukum, Sebuah Pengantar, Liberty, 1996

[3] Soerjono, Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI press, Jakarta, 1986, hlm 44

1 komentar:

  1. Rebat FBS TERBESAR – Dapatkan pengembalian rebat atau komisi
    hingga 70% dari setiap transaksi yang anda lakukan baik loss maupun
    profit,bergabung sekarang juga dengan kami
    trading forex fbsasian.com
    -----------------
    Kelebihan Broker Forex FBS
    1. FBS MEMBERIKAN BONUS DEPOSIT HINGGA 100% SETIAP DEPOSIT ANDA
    2. FBS MEMBERIKAN BONUS 5 USD HADIAH PEMBUKAAN AKUN
    3. SPREAD FBS 0 UNTUK AKUN ZERO SPREAD
    4. GARANSI KEHILANGAN DANA DEPOSIT HINGGA 100%
    5. DEPOSIT DAN PENARIKAN DANA MELALUI BANL LOKAL
    Indonesia dan banyak lagi yang lainya
    Buka akun anda di fbsasian.com
    -----------------
    Jika membutuhkan bantuan hubungi kami melalui :
    Tlp : 085364558922
    BBM : fbs2009

    BalasHapus