KAJIAN YURIDIS TENTANG PRAKTEK JUAL BELI TANAH DI KABUPATEN TASIKMALAYA DIHUBUNGKAN DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH (Usulan Penelitian)
A. Latar Belakang Penelitian
Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Undang Undnag Dasar Tahun 1945
adalah Negara hukum yang memberikan jaminan dan perlindungan atas hak-hak warga
Negara, antara lain hak warga negara untuk mendapatkan, mempunyai, dan
menikmati hak milik. Hak Milik atas
tanah sebagai salah satu jenis hak milik, yang sangat penting bagi negara,
bangsa, dan rakyat Indonesia sebagai masyarakat agraria yang sedang membangun
ke arah perkembangan industri dan lain-lain. Akan tetapi, tanah yang merupakan
kehidupan pokok bagi manusia akan berhadapan dengan berbagai hal, antara lain :
1.
keterbatasan tanah, baik dalam
kuantitas maupun kualitas dibandingkan dengan kebutuhan yang harus dipenuhi;
2.
Pergeseran pola hubungan antara
pemilik tanah dan tanah sebagai akibat perubahan-perubahan yang ditimbulkan
oleh proses pembangunan dan perubahan-perubahan sosial pada umumnya;
3.
Tanah di satu pihak telah
tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat penting, pada lain pihak telah tumbuh
sebagai bahan perniagaan dan obyek spekulasi;
4.
Tanah disatu pihak harus
dipergunakan dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat lahir
batin, adil dan merata, sementara di lain pihak harus dijaga kelestariannya.
Sebelum
berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, hukum tanah
di Indonesia bersifat dualisme, artinya selain diakui berlakunya hukum tanah
adat yang bersumber dari hukum adat, diakui pula peraturan-peraturan mengenai
tanah yang didasarkan atas hukum barat. Setelah berlakunya UUPA pada tanggal 24
September 1960, berakhirlah masa dualisme hukum tanah yang berlaku di Indonesia
menjadi suatu unifikasi hukum tanah. Hak milik sebagai suatu lembaga hukum
dalam hukum tanah telah diatur baik dalam hukum tanah sebelum berlakunya UUPA
maupun dalam UUPA. Sebelum berlakunya UUPA, ada dua golongan besar hak milik
atas tanah, yaitu hak milik menurut hukum adat, dan hak milik menurut hukum
perdata barat yang dinamakan hak Eigendom.
Kedua
macam hak milik tersebut kemudian dikonversi dalam UUPA menjadi hak milik.
Konversi hak-hak atas tanah adalah perubahan hak atas tanah sehubungan dengan
berlakunya UUPA. Hak hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA diubah
menjadi hak-hak atas tanah yang ditetapkan dalam UUPA sehingga sekarang hanya
ada satu macam hak milik atas tanah. Dalam ketentuan konversi pasal II UUPA
dinyatakan, bahwa hak Agrarische Eigendom,
Milik Yasan, Andarbeni, Hak atas Druwe, Hak atas Druwe desa, pesini, Grant
Sultan Landerijenbesitrecht, altijddurende,
erfpacht, Hak Usaha Bekas tanah partikelir dan hak lainnya dengan nama apapun
menjadi hak milik. Kecuali yang mempunyainya tidak memenuhi syarat seperti yang
tercantum dalam Pasal 24.
Peralihan
hak atas tanah dapat melalui jual beli, tukar menukar, hibah, ataupun karena
pewarisan. Dalam Pasal 26 ayat (1) UUPA ditentukan bahwa “jual beli, penukaran,
penghibahan, pemberian dengan wasiat, dan perbuatan-perbuatan lain yang
dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah”. Ketentuan Pasal 5 UUPA menegaskan : “hukum agaria yang
berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adatsepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas
persatuan bangsa, dengan sosiologisme Indonesia serta dengan
peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan
perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang
bersandar pada hukum agama.” Berdasarkan persyaratan Pasal 5 tersebut, dapat
disebutkan bahwa hukum Agraria Nasional kita adalah Hukum Adat yang di-saneer.
Hal ini berarti kita menggunakan konsep,
asas-asas, lembaga-lembaga hukum, dan sistem Hukum Adat sepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas
persatuan bangsa, dan sosialisme Indonesia. Hukum Adat yang telah disempurnakan/Hukum
Adat yang telah dihilangkan sifat kedaerahannya dan diberi sifat nasional.
misalnya; lembaga jual beli tanah, yang telah disempurnakan tanpa mengubah
hakikatnya sebagai perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah untuk
selama-lamanya yang bersifat tunai dan terang. Hanya saja pengertian “terang”
sekarang ini adalah jual beli dilakukan menurut peraturan tertulis yang
berlaku. Jual beli tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah, harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh
seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan setelah akta tersebut
ditandatangani oleh para pihak maka harus didaftarkan.
Perubahan
di atas bertujuan untuk meningkatkan mutu alat bukti perbuatan hukum yang
dilakukan. Menurut Hukum Adat yang masyarakatnya terbatas lingkup persoalan dan
teritorialnya, cukup dibuatkan surat pernyataan jual beli tanah di atas kertas
bermaterai oleh penjual sendiri dan disaksikan oleh kepala adat. Adapun “tunai”
maksudnya adalah pemindahan hak dan pembayaran harganya dilakukan secara
serentak. Tunai mungkin berarti harga tanah dibayar secara kontan, atau baru
dibayar sebagian (dibayar sebagian dianggap tunai). Jadi, dengan dilakukannya
jual beli tanah dihadapan PPAT, maka
pada saat itu juga hak atas tanahnya berpindah dari penjual kepada pembeli
dengan pembayaran secara tunai dari pembeli kepada penjual.
Adapun
prosedur jual beli tanah itu diawali dengan kata sepakat antara calon penjual
dengan calon pembeli mengenai obyek jual belinya yaitu tanah hak milik yang
akan dijual dan harganya. Hal ini dilakukan melalui musyawarah diantara mereka
sendiri. Setelah mereka sepakat akan harga dari tanah itu, biasanya sebagai
tanda jadi, diikuti dengan pemberian panjer. Pemberian panjer tidak diartikan
sebagai harus dilaksanakan jual beli itu. Dengan demikian panjer disini fungsinya
adalah hanya sebagai tanda jadi akan dilaksanakannya jual beli. Dengan adanya
panjer, para pihak akan merasa mempunyai ikatan moral untuk melaksanakan jual
beli tersebut. Apabila telah ada panjer, maka akan timbul hak ingkar, bila yang
ingkar si pemberi panjer, panjer menjadi milik penerima panjer, sebaliknya,
bila keingkaran tersebut ada pada pihak penerima panjer, panjer harus
dikembalikan kepada pemberi panjer. Jika para pihak tidak menggunakan hak
ingkar tersebut, dapatlah diselenggarakan pelaksanakaan jual beli tanahnya,
dengan calon penjual dan calon pembeli menghadap kepala desa (adat) untuk menyatakan
maksud mereka itu, inilah yang dimaksud dengan “terang”.
Kemudian
oleh penjual dibuat surat pernyataan jual beli tanah di atas kertas bermeterai
yang menyatakan bahwa benar ia telah menyerahkan tanah miliknya untuk
selama-lamanya kepada pembeli dan bahwa benar ia telah menerima harga secara
penuh. Surat pernyataan tersebut ditandatangani oleh penjual dan pembeli serta
kepala desa (kepala adat). Dengan telah ditandatanganinya surat pernyataan
tersebut, maka perbuatan jual beli itu selesai. Pembeli kini menjadi pemegang
hak atas tanahnya yang baru dan sebagai tanda buktinya adalah surat pernyataan jual
beli tersebut.
Sejak
berlakunya PP No. 10 Tahun 1961 jungto PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah, jual beli dilakukan oleh para pihak di hadapan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) yang bertugas membuat aktanya. Dengan dilakukannya jual beli di
hadapan PPAT, dipenuhi syarat “terang” (bukan perbuatan hukum yang gelap, yang
dilakukan secara sembunyi-sembunyi).
Akta
jual beli yang ditandatangani para pihak membuktikan telah terjadi pemindahan
hak dari penjual kepada pembelinya dengan disertai pembayaran harganya, telah
memenuhi syarat tunai dan menunjukkan bahwa secara nyata atau riil perbuatan
hukum jual beli yang bersangkutan telah dilaksanakan. Akta tersebut membuktikan
bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum pemindahan hak untuk selama-lamanya
dan pembayaran harganya, dan penerima hak (pembeli) sudah menjadi pemegang
haknya yang baru. Akan tetapi, hal itu baru diketahui oleh para pihak dan ahli
warisnya, dan juga baru mengikat para pihak dan ahli warisnya karena
administrasi PPAT sifatnya tertutup bagi umum.
Praktek
jual beli tanah di Desa Sukakerta, Kecamatan Jatiwaras, Kabupaten Tasikmalaya lebih
banyak dilakukan di hadapan Kepala Desa daripada di hadapan PPAT atau Camat
yang diberi wewenang sebagai PPAT.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, penulis mengemukakan masalah-masalah yang akan dikaji
dalam skripsi ini diidentifikasi sebagai berikut :
1.
Mengapa praktek jual beli tanah
di wilayah Kabupaten Tasikmalaya lebih banyak dilakukan di hadapan Kepala Desa
?
2.
Bagaimanakah upaya Camat
sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam praktek pembuatan akta jual
beli serta pendaftaran tanah di Kabupaten Tasikmalaya ?
C. Tujuan dan Manfaat
Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Penetapan
tujuan yang tepat, demikian menurut pandangan Jack Canfield,
merupakan salah satu prinsip terpenting untuk sukses. Penulis sepakat dengan
Jack Canfield, bahwa dengan tujuan yang jelas akan memudahkan untuk menentukan
langkah-langkah yang selayaknya dilakukan. Demikian halnya dengan penelitian
yang terdapat dalam skripsi ini. Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam
penelitian ini yaitu :
a.
Untuk mengetahui proses jual
beli tanah di Kabupaten Tasikmalaya.
b.
Untuk mengetahui fungsi Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam peoses jual beli tanah di Kabupaten
Tasikmalaya.
2.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
a.
Manfaat teoritis, hasil
penelitian ini akan dapat memberikan. sumbangan bagi ilmu pengetahuan hukum
terutama dalam pelaksanaan jual beli tanah.
b.
Manfaat praktis, hasil
penelitian ini diharapkan dapat membantu mencari solusi-solusi terhadap kendala
yang dihadapi dalam proses jual beli tanah dan fungsi Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT).
D. Kerangka Pemikiran
Tanah
dengan kedudukan Hak Milik secara adat sudah sejak dulu dikenal oleh
masyarakat. Tanah Hak Milik bagi masyarakat Indonesia bukanlah suatu hal yang
baru, landasan idiil daripada Hak Milik adalah Pancasila dan Undang Undang
Dasar Tahun 1945, secara yuridis formil, hak perseorangan ada dan diakui oleh
negara. Hal ini dibuktikan dengan adanya Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA. Hak Milik atas
Tanah tercantum dalam Pasal 20 ayat (1)
adalah sebagai berikut : “Hak Milik adalah hak yang turun-temurun, terkuat dan
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam
Pasal 6 (Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial)”. Hak Milik hanya dapat
dipunyai oleh Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang memenuhi
syarat-syarat dan ditetapkan oleh Pemerintah yaitu PP No. 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, setiap Warga Negara Indonesia yang berwenang dalam
kedudukannya dan cakap untuk melakukan perbuatan hukum dapat mengalihkan Hak
Milik kepada pihak lain dengan cara Jual Beli, Tukar Menukar, Hibah dan
sebagainya.
Hak
Milik atas tanah dapat dipunyai oleh satu atau lebih dari satu pemilik yang
dimiliki secara bersama-sama, hal ini bisa terjadi diantaranya karena pewarisan
yang mana ahli waris dari almarhum pemilik tersebut demi hukum menjadi pemilik
tanah Hak milik tersebut.
Salah
satu peralihan hak atas tanah yang sering terjadi yaitu peralihan dengan cara
jual beli. Dalam jual beli hak milik atas tanah menurut UUPA adalah jual beli
menurut hukum adat yang telah di saneer. Untuk sahnya jual beli harus dilakukan
secara “terang dan tunai” dihadapan kepala desa. Setelah berlakunya UUPA dan
dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan telah
disempurnakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 maka jual beli hak
milik atas tanah harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, dengan
dihadiri oleh para pihak baik penjual maupun pihak pembeli. Sebelum dillakukan
jual beli atas tanah yang sudah bersertifikat PPAT harus melakukan pengecekan
terlebih dahulu ke kantor pertanahan untuk mencocokkan kebenaran dari
sertipikat Hak Milik tersebut dan mengenai kewenangan bertindak dari para pihak
untuk melakukan perbuatan hukum jual beli tersebut.
Apabila
salah satu pihak tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum ini maka PPAT
dapat untuk menolak membuatkan akta jual beli hak milik atas tanah tersebut. Bila semua
persyaratan dari kewenangan melakukan perbuatan hukum dari para pihak dan
kelengkapan dokumen, maka PPAT membuatkan akta jual beli tersebut. Setelah
dibuatnya akta jual beli maka PPAT selambat lambatnya hari ketujuh harus didaftarkan
Ke Kantor Pertanahan, untuk diproses kelengkapan berkas/dokumen untuk
pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut. Setelah meneliti kelengkapan
berkas tersebut maka kantor pertanahan memproses untuk terbitnya sertipikat Hak
Milik atas tanah atas nama pembeli, yang secara hukum menjamin kepastian hukum
dan sebagai alat bukti yang kuat.
Pejabat
Pembuat Akta Tanah mempunyai peranan yang penting dalam mewujudkan tertib
administrasi dalam pendaftaran tanah, yang mana PPAT membantu sebagian tugas
dari Kantor Pertanahan dalam hal apabila ada perbuatan hukum. Perbuatan hukum
tersebut meliputi jual beli, tukar menukar, pemasukan kedalam perusahaan (inbreng), pembagian hak bersama,
pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik, pemberian Hak
Tanggungan, Pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan (Pasal 2 ayat (2)
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006). Dalam hal
ini jual beli Hak Milik atas tanah yang
dilakukan para pihak yang berwenang sebagi subyek hukum untuk melakukan
perbuatan hukum tersebut dihadapan PPAT untuk dibuatkan akta jual beli Hak
Milik Atas Tanah secara otentik yang berada di daerah kerja PPAT yaitu daerah
Kabupaten/kota.
E. Metode Penelitian
Metode
yang dipergunakan adalah :
1.
Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis
yang berusaha menggambarkan secara umum fakta-fakta yang ditemukan termasuk
ketentuan-ketentuan hukum in abstraco.
Kemudian dianalisis, berdasarkan teori-teori hukum dan prktik hubungan hukum
antara penegak hukum, korban, pelaku.
2.
Spesifikasi Pendekatan
Metode pendekatan yang dipakai dalam
pembahasan skripsi ini adalah dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif.
Yang dimaksud dengan yuridis normatif adalah pendekatan terhadap suatu masalah
yang menitik beratkan pada ketentuan-ketentuan yang berlaku, dimana penulis
melakukan penyelidikan terhadap Undang-undang
tentang Pendaftaran Tanah serta Undang-undang yang terkait dengan
permasalahan ini.
3.
Tahap penelitian dilakukan
dengan dua cara, yaiu :
a.
Penelitian kepustakaan yaitu
kegiatan mencari data dan dilakukan dengan cara mempelajari serta mengkaji
peraturan perundang-undangan dan relevansinya dan buku-buku referensi.
b.
Penelitian lapangan yaitu
dilalkukan secara langsung ke lapangan di tempat permasalahan yaitu Desa
Sukakerta Kecamatan Jatiwaras Kabupaten Tasikmalaya.
4.
Teknik Pengumpulan Data
a.
Studi Dokumentasi dilakukan
melalui penelusuran dokumen-dokumen guna mendapatkan landasan teoritis berupa
pendapat-pendapat para ahli atau informasi dari pihak yang berwenang.
b.
Observasi Lapangan dilakukan
dengan cara mencari data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan.
5.
Metode Analisa Data
Analisis data dilakukan melalui penelusuran terhadap data yang telah
dikumpulkan baik data sekunder maupun data primer, kemudian data tersebut
diberikan kualifikasi atau digolongkan sebagai suatu peristiwa hukum. Data
utama dari penelitian tersebut adalah data sekunder berupa bahan hukum primer dalam bentuk peraturan
tentang pendaftaran tanah. Data tersebut kemudian diolah, dibandingkan, dikaji,
serta dianalisis, diuraikan melalui penafsiran-penafsiran secara kualitatif
sehingga hasilnya dapat diuraikan
menjadi suatu hal yang ditemukan dalam pembahasan masalah. Data lapangan
hanya sebagai penunjang atau pelengkap data sekunder.
6.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Desa Sukakerta, Kecamatan Jatiwaras,
Kabupaten Tasikmalaya.
F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULAN
............
BAB II PERJANJIAN PADA
UMUMNYA
...............
BAB III PERJANJIAN JUAL BELI TANAH
Pada bab ke tiga dipaparkan tentang Perjanjian jual beli
tanah, Jual beli tanah, Cara pengalihan hak karena jual beli, Persyaratan,
Pendaftaran, Tentang sertifikat sebagai alat bukti hak milik.
BAB IV KAJIAN
YURIDIS TENTANG PRAKTEK JUAL BELI TANAH
DI KABUPATEN TASIKMALAYA DIHUBUNGKAN DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN
1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH
........................
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
.......................
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka.
G. Daftar Pustaka
Abdurrahman, Aneka Masalah dalam Praktek
Penegakan Hukum di Indonesia, Alumni : Bandung, 1980.
Adiwinata, Saleh. Pengertian
Hukum Adat Menurut UUPA. Alumni : Bandung, 1976.
Al Rashid, Harun, Sekilas
tentang Jual Beli Tanah (Berikut Peraturan-peraturannya), Ghalia
Indonesia : Jakarta, 1987.
Chandra, S. Sertifikat Kepemilikan Hak Atas
Tanah Persyaratan Permohonan di Kantor Pertanahan, Gramedia Widiasarana
Indonesia : Jakarta, 2005.
Chulaimi, Achmad. Hukum
Agraria Perkembangan Macam-macam Hak Atas Tanah dan Pemindahannya,
FH-UNDIP : Semarang. 1986.
Effendi, Bachtiar. Pendaftaran
Tanah di Indonesia Beserta Pelaksanaannya. Alumni : Bandung. 1983.
Gautama, Sudargo. Tafsiran
UUPA. Alumni : Bandung, 1983.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research Jilid I.
ANDI : Yogyakarta, 2000.
Harsono, Boedi. Hukum Agraria, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi
dan Pelaksanaannya. Djambatan : Jakarta, 2000.
_______. Hukum Agraria Indonesia. Djambatan : Jakarta. 1999.
_______. Penggunaan dan Penerapan Asas-asas Hukum Adat Pada Hak
Milik Atas Tanah. Paper. Disampaikan pada Simposium Hak Milik Atas Tanah Menurut
UUPA. Jakarta, 1983.
Hermit, Herman. Cara Memperoleh Sertifikat Tanah
Hak Milik, Tanah Negara dan Tanah Pemda. Teori dan Praktek Pendaftaran anah di
Indonesia, Mandar Maju : Bandung.
2004.
Mertokusumo, Sudikno, Penemuan
Hukum, Sebuah Pengantar, Liberty, 1996.
Soekanto,
Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, 2008.
_______________, Pengantar
Penelitian Hukum, UI press, Jakarta, 1986.
Undang Undang Dasar Tahun 1945.
Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960.
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa.
Rebat FBS TERBESAR – Dapatkan pengembalian rebat atau komisi
BalasHapushingga 70% dari setiap transaksi yang anda lakukan baik loss maupun
profit,bergabung sekarang juga dengan kami
trading forex fbsasian.com
-----------------
Kelebihan Broker Forex FBS
1. FBS MEMBERIKAN BONUS DEPOSIT HINGGA 100% SETIAP DEPOSIT ANDA
2. FBS MEMBERIKAN BONUS 5 USD HADIAH PEMBUKAAN AKUN
3. SPREAD FBS 0 UNTUK AKUN ZERO SPREAD
4. GARANSI KEHILANGAN DANA DEPOSIT HINGGA 100%
5. DEPOSIT DAN PENARIKAN DANA MELALUI BANL LOKAL
Indonesia dan banyak lagi yang lainya
Buka akun anda di fbsasian.com
-----------------
Jika membutuhkan bantuan hubungi kami melalui :
Tlp : 085364558922
BBM : fbs2009