A. Pendahuluan
Sebuah lingkungan masyarakat di manapun
keberadaannya pasti memiliki aturan yang menggariskan perilaku anggota
masyarakat tersebut. Berbicara mengenai aturan maka kita akan berbicara
mengenai sanksi. Aturan tanpa adanya sanksi adalah sia-sia. Karena fungsi
sanksi adalah untuk memaksakan ketaatan masyarakat terhadap aturan tersebut.
Tanpa ada sanksi peraturan tidak akan dipatuhi oleh masyarakat.
Ketaatan masyarakat terhadap aturan
(hukum) mencerminkan kesadaran hukum yang dimiliki oleh masyarakat. Semakin tinggi
kesadaran masyarakat maka semakin rendah tingkat pelanggaran hukumnya. Bahkan
jika kesadaran yang dimilik sangat tinggi masyarakat tidak membutuhkan aparat penegak
hukum seperti di Swiss.
Sebuah aturan hukum akan ditaati dan
dipatuhi oleh masyarakat apabila aturan tersebut memberikan jaminan bagi mereka
akan hak dan kewajiban secara proporsional. Ketika seseorang merasakan suatu
aturan yang melingkupinya memberikan kenyamanan maka individu tersebut akan
tunduk dan patuh pada aturan hukum tersebut. Dalam kenyataannya dalam
masyarakat hidup aturan yang tidak tertulis, yang lebih dikenal dengan hukum
adat. Walaupun aturan-aturan tersebut tidak tertulis tetapi masyarakat (adat)
mematuhi aturan tersebut.
B.
Pengertian
Hukum
Sebelum
berbicara lebih lanjut mengenai ketaatan masyarakat terhadap hukum adat sebagai
hukum yang tidak tertulis, kita harus mengetahui definisi dasar mengenai hal
yang akan kita bicarakan. Bicara mengenai hukum adat sudah pasti harus
mengetahui definisinya.
Hukum,
berasal dari bahasa arab al-ahkam yang berarti aturan, menegakkan, atau adil.
Sebenarnya hukum tidak memiliki definisi yang gambling dan pasti. Setiap ahli
hukum mempunyai persepsi dan definisi tersendiri mengenai hukum itu. Van
Apeldorn menyatakan bahwa tidak mungkin memberikan definisi hukum karena sulit
untuk mendefinisikan hukum.
Kami
mengutip definisi hukum yang diberikan oleh Leon Duguit “hukum adalah aturan
tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunannnya pada saat
tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan
bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhada orang yang melakukan
pelanggaran tersebut”.
Dari
definisi yang dipaparkan oleh Duguit terlihat bahwa hukum adalah bentuk jaminan
kepentingan bersama suatu masyarakat. Melalui hukum setiap kepentingan yang ada
akan dilindungi. Karena itulah kepatuhan hukum akan terbentuk. Apabila
masyarakat tidak menghendaki adanya perlindungan terhadap hak-haknya maka hukum
tidak akan ditaati.
C.
Hukum
tidak tertulis
Hukum
sebagai sebuah aturan memiliki berbagai sumber. Menurut Kansil sumber hukum ada
4 yaitu:
1.
Undang-undang
2.
Kebiasaan
3.
Yurisprudensi
4.
Ilmu pengetahuan
Menurut
Kansil hukum tak tertulis merupakan hukum yang masih hidup dalam keyakinan
masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti
perundang-undangan. Melihat definisi tersebut hukum data diketegorikan sebagai
hukum tak tertulis. Karena hukum adat tidak mengenal kodifikasi terhadap aturan
hukum. Hukum yang tak tertulis dapat terbentuk dari pola-pola tingkah laku
(kebiasaan) masyarakat.
Di
dalam melakukan inventarisasi hukum , yang perlu kita pahami adalah terdapat
tiga konsep pokok mengenai hukum, yaitu :
a.
Hukum identik dengan
norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau oleh pejabat
negara yang berwenang.
b.
Hukum dikonstruksikan sebagai
pencerminan dari kehidupan masyarakat itu sendiri (norma tidak tertulis).
c.
Hukum identik dengan
keputusan hakim (termsuk juga) keputusan-keputusan kepala adat.
Mencoba
menggarisbawahi terhadap poin kedua di atas bahwa hukum sebagai cerminan
kehidupan masyarakat. Memang benar hal yang demikian. Alngkah baiknya kita
tidak menggunakan sudut pandang legisme-positivisme yang hanya menganggap
aturan hukum berasal dai undang-undang belaka.
Senada
dengan hal tersebut di atas, Soetandyo mengkonsepsikan tiga konsepsi utama
tentang hukum yaitu :
1)
Konsepsi kaum
legis-positivis, yang menyatakan bahwa hukum identik dengan norma-norma
tertulis yang dibuat serta diundangkan oleh lembaga atau pejabat negara yang
berwenang.
2)
Konsepsi yang justru
menekankan arti pentingnya norma-norma hukum tak tertulis untuk disebut sebagai
(norma) hukum. Meskipun tidak tertuliskan tetapi apabila norma-norma ini secara
de facto diikuti dan dipatuhi oleh masyarakat (rakyat) setempat, maka
norma-norma itu harus dipandang sebagai hukum.
3)
Konsepsi yang
menyatakan bahwa hukum itu identik sepenuhnya dengan keputusan-keputusan hakim.
4)
Pada dasarnya hukum
merupakan sebuah norma dan terbentuk akibat adnya aktivitas dan kegiatan
manusia. Hukum adat lahir dari segala kebiasaan baik. Berbeda dengan tradisi
yang juga berasal dari suatu yang kurang baik. Karena adat lahir dari kebiasaan
yang baik maka hukum adat ditaati oleh masyarakat. Bagaimanapun kesadaran
masyarakat akan pemenuhan keadilan akan terpenuhi. Jika dibandingkan dengan
Undang-undang yang sangat kaku dan cenderung manjadi belenggu bagi masyarakat.
D.
Hukum
dalam Masyarakat Adat
Berbicara
mengenai hukum tak tertulis erat dengan keberadaan suatu masyarakat. Karena
hukum tak tertulis lahir dan terbentuk dalam masyarakat. Masyarakat adalah
sekumpulan orang yang terdiri dari berbagai macam individu yang menempati suatu
wilayah tertentu dimana di dalamnya terdapat berbagai macam fungsi-fungsi dan
tugas-tugas tertentu. Masyarakat dapat terbentuk akibat kesamaan genalogis,
kultur, budaya, agama,atau karena ada di suatu teritori yang sama.
Aliansi
Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengartikan masyarakat adat sebagai “kelompok
masyarakat yang memiliki asal-usul leluhur secara turun temurun di wilayah
geografis tertentu serta memiliki nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya,
sosial dan wilayah sendiri”. Secara lebih sederhana kita bisa katakan bahwa
masyarakat adat terikat oleh hukum adat, keturunan dan tempat tinggal.
Keterikatan
akan hukum adat berarti bahwa hukum adat masih hidup dan dipatuhi dan ada lembaga
adat yang masih berfungsi antara lain untuk mengawasi bahwa hukum adat memang
dipatuhi. Walaupun di banyak tempat aturan yang berlaku tidak tertulis, namun
diingat oleh sebagian besar masyarakatnya.
Hukum
Adat. Secara historis empiris dapat ditelusuri bahwa hukum adat selalu dipatuhi
oleh warga masyarakat karena adanya sistem kepercayaan yang amat berakar dalam
hati warganya, sehingga mampu mengendalikan perilaku dan perbuatan para
pemeluknya dari sifat-sifat negatif. Disamping itu juga karena secara material
dan formal, hukum adat berasal dari masyarakat itu sendiri, atau merupakan
kehendak kelompok. Oleh karena itu, kepatuhan hukum itu akan tetap ada selama
kehendak kelompok diakui dan di junjung tinggi bersama, karena kehendak
kelompok inilah yang menyebabkan timbul dan terpeliharanya kewajiban moral
warga masyarakat.
Hukum
adat sebagai hukum tak tertulis juga memiliki kekurangan dan kelebihan
sebagaimana manusia itu senditri. Karena bagaimanapun juga karena hukum tak
tertulis merupakan bentukan manusia.
Kelebihannya
:
Responsive
Tidak
kaku
Sesuai
dengan rasa keadilan
Kelemahannya
:
Kurangnya
kepastian hukum
Terus
berubah-ubah
Memang
selama ini aturan tidak tertulis sering dianggap tidak menjamim kepastian hukum
karena dalam menyelesaikan suatu masalah aturan yang dipakai dapat diterapkan
berbeda. Lain dengan undang-undang yang memperlakukan semua orang sama
dihadapan hukum. Padahal hal tersebut belum tentu baik, tidak selamanya
seseorang melakukan perbuatan dengan motif dan alas an yang sama. Hal inilah
yang tidak dimiliki oleh hukum tertulis.
Hukum
tak tertulis sering dianggap tidak konsisten karena dapat berubah sewaktu-waktu
sesuai kepentingan yang menghendakinya. Bagi kami hal ini sangat bagus karena
akan menjamin rasa keadilan bagi masyarakat. Hukum tertulis selama ini selalu
tertinggal dari fenomena yang muncul dalam masyarakat. Untuk itulah hukum tak
tertulis melakukan back up terhapad undang-undang.
Dalam
kaitannya dengan kesadaran dan kepatuhan hukum, terdapat perbedaan yang cukup
mendasar antara hukum adat dengan hukum positif. Kesadaran masyarakat adat
terhadap norma-norma baik dan buruk adalah secara sukarela sebagai akibat
adanya kewajiban moral tadi, sedangkan kesadaran hukum manusia modern adalah
karena adanya sifat memaksa dari hukum tersebut. Dengan demikian, kepatuhan
hukum masyarakat modern-pun bukan karena di junjung tingginya aturan-aturan
hukum, tetapi lebih disebabkan oleh ketakutan terhadap sanksi atau ancaman yang
diberikan oleh hukum.
Pada
dasarnya hukum adat dipatuhi karena: Hukum adat berasal dari masyarakat itu
sendiri. Konsekwensinya adalah masyarakat harus mematuhi aturan tersebut. Sesuai
dengan jiwa dan rasa keadilan yang dimiliki oleh masyarakat. Memiliki akibat
hukum yang apabila tidak ditaati akan menimbulkan sanksi bagi para pelakunya.
Walaupun
tidak tertulis namun hukum adat mempunyai akibat hukum terhadap siapa saja yang
melanggarnya. Norma-norma dan nilai-nilai yang ada di dalam hukum adat sangat
dipatuhi dan dipegang teguh oleh masyarakat adat.
Hukum
adat sebagai peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan
berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan
ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan
menyesuaikan diri dan elastis.
E.
Peranan
Hukum Tidak Tertulis dalam Pembinaan Hukum Nasional serta Pengaruh Era
Globalisasi
Apabila
dipertanyakan tentang peranan Hukum Adat dalam pembinaan Hukum Nasional, maka
Hukum Adat yang mana yang dapat dipergunakan sebagai bahan dalam pembinaan
Hukum Nasional. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka kita harus
bersandarkan pada faham mana yang dianut.
Apabila
Hukum Nasional diartikan dalam arti menurut faham pertama, yakni hukum yang
ditetapkan atau diputuskan oleh pembentuk undang-undang nasional yang berlaku
bagi seluruh bangsa Indonesia, maka Hukum Adat dalam pengertian apapun tidak
akan mempunyai peranan dalam pembinaan Hukum Nasional. Hal tersebut disebabkan
karena menurut faham ini, kemauan pembentuk undang-undanglah yang menjadi kunci
yang menentukan Hukum Nasional itu, bukan kenyataan yang hidup sebagai
kesadaran dan kebutuhan hukum dari rakyat.
Namun
apabila yang dijadikan patokan adalah faham yang kedua tentang Hukum Nasional,
yakni hukum yang merupakan pernyataan langsung dari kesadaran dan perasaan
hukum bangsa Indonesia atas dasar tata budaya nasional, maka Hukum Adat menjadi
sangat penting peranannya, karena Hukum Adat itulah Hukum Nasionalnya.
Mengenai
hal ini, perlu dibedakan dari faham Hukum Nasional yang berpendirian bahwa
bahan-bahan hukum itu diambil dari bahan-bahan baik dari dalam maupun dari luar
yang telah diolah dan diberi tempat dalam tata budaya bangsa. Berdasarkan hal
tersebut, maka Hukum Adat yang dimaksudkan adalah Hukum Adat yang merupakan
pernyataan hukum yang langsung dari budaya bangsa Indonesia sepanjang
perkembangannya di dalam kehidupan sejarah. Jadi tidak hanya yang asli atau
murni Indonesia, tetapi juga telah dicampur karena kontak dan pengaruh dari
luar atau karena pengaruh dari dalam diri budaya bangsa.
Dengan
demikian, maka Hukum Adat tidak perlu dikhawatirkan akan menghambat atau
menentang perkembangan masyarakat kita ke arah kehidupan yang sesuai dengan
tuntutan zaman. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan sifat-sifat Hukum Adat
yang dinamis, keluwesan ketentuan-ketentuannya, serta asas-asanya yang
universal.
Hukum
Adat menjadi semakin penting peranannya dalam pembinan Hukum Nasional, karena
Hukum Adat menurut ketetapan MPRS tahun 1960 merupakan landasan dari tata hukum
nasional, dengan catatan bahwa yang sesuai dengan perkembangan kesadaran rakyat
Indonesia dan tidak menghambat terciptanya masyarakat yang adil dan makmur.
Sedangkan
dalam Pasal 5 Undang-undang Pokok Agraria, dinyatakaan bahwa Hukum Agraria yang
berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah Hukum Adat, sepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarakan atas
persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta peraturan-peraturan yang
tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya,
segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
Menurut
Boedi Harsono (1994:157), bahwa yang dimaksudkan oleh UUPA dengan Hukum Adat
itu adalah hukum aslinya golongan rakyat pribumi, yang merupakan hukum yang
hidup dalam bentuk tidak tertulis dan mengandung unsur-unsur nasional yang
asli, yaitu sifat kemasyarakatan dan kekeluargaan, yang berasaskan keseimbangan
serta diliputi oleh suasana keagamaan.
Apabila
kita berbicara tentang globalisasi, maka sesungguhnya yang terjadi adalah
ketika manusia telah menguasai dan mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang telekomunikasi, transportasi dan turisme. Globalisasi ini
juga akan terjadi di bidang ekonomi. Dalam hal ini, apakah pengaruhnya terhadap
pembinaan Hukum Nasional kita, dan hal-hal apa saja yang harus kita perhatikan
untuk menghadapi arus globalisasi itu agar bangsa kita tetap memelihara
identitas bangsa dimata dunia.
Menurut
Sunaryati Hartono ( 1991:64 ), kerangka formal bagi pembangunan Sistem Hukum
Nasional harus didasarkan pada Pancasila dan UUD 1845, sehingga setiap bidang
hukum yang akan merupakan bagian dari Sistem Hukum Nasional, yang terdiri dari
sejumlah peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, maupun hukum kebiasaan,
wajib bersumber pada Pancasila dan UUD 1945. Karena pluralisme hukum tidak lagi
ingin dipertahankan, maka unsur-unsur Hukum Adat dan Hukum Agama
ditransformasikan atau menjadi bagian dari bidang-bidang hukum dalam Sistem
Hukum Nasional, yang akan berkembang dalam bidang masing-masing.
Bagaimana
globalisasi mempengaruhi pola perilaku dan kebiasaan-kebiasaan dari bangsa
Indonesia, dapat dijelaskan dengan satu contoh yang diberikan oleh Sunaryati
Hartono (1991 : 71-73).
Apabila
kini di Indonesia sudah timbul semacam sopan santun untuk bertanya terlebih
dahulu apakah kita boleh merokok, maka hal itu dilandasi suatu kesadaran bahwa
asap rokok itu mencemari lingkungan dan karena itu membahayakan seluruh
lingkungan sekitarnya. Di Singapura sudah menjadi hukum kebiasaan orang akan
secara demonstratif menutup mulutnya dengan sapu tangan, atau bahkan menyatakan
keberatannya kepada orang yang merokok di dekatnya. Di tempat-tempat umum
merokok sudah dilarang oleh hukum tertulis.
Kesadaran
bahwa asap rokok itu membahayakan kesehatan dan mencemari atmsofir, tumbuh
karena adanya kampanye di semua negara yang bahkan disponsori oleh PBB sehingga
bersifat global. Di sinilah kita melihat pengaruh globalisasi suatu hasil
penelitian yang diinformasikan secara luas, yang tumbuh menjadi kesadaran untuk
berkembang menjadi nilai, yang kemudian diimplementasikan ke dalam perilaku,
dan melalui sopan santun, dan kebiasaan, akhirnya akan menjadi norma hukum. Di
masa yang akan datang dapat diperkirakan, masih banyak norma hukum yang
didasarkan pada penelitian ilmiah yang kemudian diakui secara internasional,
sebagai suatu kaidah Hukum Internasional atau memiliki nilai universal, akan
juga diterima dan diresepsi ke dalam Hukum Nasional kita.
Perubahan
nilai dan kesadaran sebagi akibat globalisasi di bidang teknologi dan
informasi, secara langsung maupun tidak langsung juga akan mempengaruhi isi dan
corak dari Sistem Hukum Nasional kita.
Dengan
demikian, maka Hukum Adat yang bersumber dari kesadaran dan budaya bangsa,
yakni hukum yang nerupakan pernyataan langsung dari kesadaran dan perasaan
hukum bangsa Indonesia atas dasar tata budaya nasional, akan memegang peranan
yang penting dalam pembinaan Hukum Nasional.. Dengan globalisasi, Hukum Adat
yang demikian itu tidak akan bergeser sebagai salah satu sumber yang penting
dalam pembinaan Hukum Nasional. Hanya saja Hukum Adat itu perlu disesuaikan
dengan keadaan yang jauh berbeda denagn sebelumnya, namun asas-asasnya tetap
akan mewarnai setiap pembentukan Hukum Nasional itu.
Sebagai
akibat globalisasi dan peningkatan pergaulan dan perdagangan internasional,
cukup banyak peraturan-peraturan hukum asing atau yang bersifat internasional
akan dituangkan ke dalam perundang-undangan nasional, misalnya dalam hal
surat-surat berharga, pasar modal, kejahatan komputer, bagi hasil dan
sebagainya. Terutama kaifah-kaidah hukum yang bersifat transnasional lebih
cepat akan diterima sebagai Hukum Nasional, karena kaidah-kaidah hukum
transnasional itu merupakan aturan permainan dalam komunikasi dan perekonomian
internasional dan global. Akibatnya semakin kta memasuki abad ke 21, Hukum
Nasional kita kan semakin memperlihatkan sifat yaang lebih transnasional, sehingga
perbedaan-perbedaan dengan sistem hukum yang lain akan semakin berkurang
(Sunaryati Hartono, 1991 : 74).
G.Penutup
Seperti
telah dikemukakan di atas, bahwa dalam rangka pembinaan Hukum Nasional, Hukum
Adat memegang peranan yang sangat penting sebagiosumber utama, yaitu untuk
memperoleh bahan-bahannya berupa asas-asas yang kemudian dapat dirumuskan
menjadi norma-norma hukum yang tertulis.
Hukum
adat yang dapat dijadikan bahan umntuk pembianan Hukum Nasional, ialah Hukum
Adat yang bersumber dari kesadaran dan budaya bangsa, yakni hukum yang
merupakan pernyataan langsung dari kesadaran dan perasaan hukum bangsa
Indonesia atas dasar tata budaya nasional. Oleh karena itu, dalam era
globalisasi Hukum Adat akan memegang peranan yang penting dalam mewarnai
pembentukan Hukum Nasional.
Hubungan
antara hukum Adat dan Hukum Nasional dalam rangka pembinaan Hukum nasional
adalah hubungan yang bersifat fungsional, dalam arti bahwa Hukum Adat berfungsi
sebagai sumber utama dalam mengambil bahan-bahan yang diperlukan dalam rangka
pembinaan Hukum Nasional.
Unsur-unsur
yang dapat diambil dari Hukum Adat sebagai bahan dalam rangka pembinaan Hukum
Nasional, yaitu berupa konsepsi, asas-asas, lembaga-lembaga hukum dan sistem
dari Hukum Adat itu sendiri.
Hukum
Adat yang diperlukan dalam era globalisasi, yaitu Hukum Adat yang disesuaikan
dengan keadaan dan perkembangan zaman, sehingga tidak menutup kemungkinan
kemurnian penerapan kaidah-kaidah Hukum Adat menjadi Hukum Nasional, akan
mengalami pergeseran.
Daftar Pustaka
§ Boedi
Harsono, 1994, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta.
§ Moh.
Koesno, 1979, Catatan-catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Airlangga
University Press, Surabaya.
§ Sunaryati
Hartono, 1991, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni,
Bandung.
§ Soepomo,
1966, Bab-bab tentang Hukum Adat, Penerbitan Universitas, Jakarta.
Wah GG nih , sangat membantu makasih kang :)
BalasHapusMantap......
BalasHapusSangat membantu untuk memahami tentang hukum tidak tertulis.